By: Ugahari
Ibu ku adalah tipikal ibu-ibu yang
cukup khawatiran tentang kesehatan anak-anaknya. Hanya mengeluh sakit
perut saja dalam beberapa hari, beliau akan bertanya-tanya dan mengetes
bagaimana rasanya jika kakiku di angkat. Karena khawatir itu adalah
usus buntu. Nah, saat ini Ibu sedang rajin-rajinnya memperhatikan cara
jalanku pasca keseleo ketika sedang berlibur di kampung halaman. Setiap
saat Ibu akan bertanya tentang kondisi kakiku. Sudah satu bulan lebih
sejak kejadian itu, namun hingga kini rasa sakit di kakiku belum
sepenuhnya hilang. Ibuku khawatir tentang hal ini.
Seperti magrib tadi. Kami berdua
sedang duduk menonton acara TV sementara Ibu menghilangkan rasa
gerahnya setelah pulang dari kantor. Sambil membuka-buka halaman koran,
Ibu bertanya, "Kakinya gimana, Kak?"
Ku jawab, "Masih kayak kemarin."
"Engga, malah jadi agak lebih sakit lagi nih."
"Loh, masa? Obat kamu minum?"
"Di minum, masih ada tuh. Tinggal sedikit lagi."
Wajah Ibu yang mulai menua, tampak
berkerut-kerut. "Di bawa kemana lagi ya, Kak. Mbah yang kemarin gak
cocok kali. Apa ke tempat yang dulu? Tapi, Ibu gak hafal tempatnya
dimana..." Ibu berkata dengan nada penuh ke khawatiran.
Ah, ada perasaan sedih menyusup
hatiku saat menatap wajah dan mendengarkan nada kekhawatiran disana.
Aku tak menyangka, masalah kakiku saja dapat membuatnya sekhawatir itu.
Ibu pun sampai bertanya tentang jadwal kuliahku. Beliau mencocokkan
jadwal kerjanya dengan jadwalku agar bisa membawaku ke tempat urut.
Rasanya, aku terharu dan merasa bersalah. Bahwa selama ini, aku tak begitu perhatian pada Ibu yang sangat memperhatikan aku....